Jumat, 23 Maret 2018
Selasa, 20 Maret 2018
MEMBACA BAHASA SEMESTA
Hari masih gelap,dan belum banyak manusia yang beranjak
dari tempatnya beristirahat. Namun seperti biasa, aku selalu mencoba bangun
jauh lebih pagi. Tujuanku adalah ingin menikmati peralihan waktu, antara malam
ke siang. Di sana aku akan bisa merasakan dan melihat pergeseran waktu yang
nampak lamban, namun pasti.
Deru kendaraan di jalan bebas hambatan tak menghalangiku
menyibak pagi, pun begitu dengan dingin. Selalu aku menjumpai keunikan-keunikan
semesta yang terhampar dalam segala peristiwa. Pernah aku menjumpai bintang
jatuh, pernah kurasakan dinginnya hujan pagi bersama lembutnya embun, pernah
kujumpai ramahnya seekor burung kutilang yang terjebak di dahan rendah, semua
kunikmati sebagai sebuah keajaiban semesta.
Dan pagi itu, aku kembali meniti pagi. Tiada kabut
kulihat, hanya awan agak menghalangi bintang-bintang pagi. Di sana, di lereng
bebukitan ujung desa, kudengar nyanyian serangga hutan,yang mengalun bak
zimfoni purbakala, menyanyikan lagu cinta untuk siapa saja yang sedang dimabuk
cinta. Dan bagikuitu semua adalah keajaiban semesta.
Jalanan menanjak sudah biasa kulalui dan semakin sering
aku meniti jalanan ini, semakin ragaku beradaptasi, demikian pula nafasku, tak
terlalu terengah. Sesampai di atas, kunikmati alam ini dengan selaksa syukur,
dan kurasakan betapa kecilnya diriku dihadapan Sang Abadi, diantara
ciptaan-ciptaanNya. Dalam syukur mendalam dan keharuan, mendadak kerasakan
kakiku tersentuh sesuatu. Agak dingin,namun lembut dan itu kurasakan bergerak.
Astaga, seekor Ular. Merayap dengan santun, dan kebetulan
melintasi jemari kakiku bagian kiri. Awalnya ingin aku bergerak kilat
menghindari gesekan Ular yang lumayan besar itu, namun saat kurasakan taka da niatan
saling meluka, maka kudiamkan saja. Kuijinkan tubuh ular itu melintas dan
kemudian lepaslah semua panjang tubuh itu.
Kemudian kuitatap kea rah merayapnya makluk yang untuk banyak manusia,
dibenci karena bisanya yang sangat berbahaya.
Perlahan menghilang, menyelinap di balik rerumputan. Dalam
ketertegunanku, kurasakan sebuah bisikan. Bahwa semesta ini tercipta dalam
damai yang sempurna. Namun ketakutan dan kekuatiran,serta keserakahan manusialah
yang menjadikan harmoni semesta ini semakin terganggu.
Ketakutanku bisa
membuatku bergerak cepat menghindari gesekan tubuh Ular yang merayap itu dan
itu akan membuat si Ular terkaget luar bisa dan kemudian mencoba bertahan
dengan berbalik menyerang. Jika demikian, biasa jadi kakiku akan menjadi korban gigitannya dan kemudian aka
nada luka. Luka itu menajamkan dendamku
ke binatang ciptaan Sang Pencipta.
Namun saat bisa tenang tanpa terkalahkan ketakutan, maka
di situpun tidak ada luka dan dendam. Dan dari semua itu,, kembali aku diajari
pemahaman, betapa saling mengerti satu dengan yang lain, saling percaya satu
dengan yang lain, adalah syarat mutlak kedamaian dan keharmonisan semesta.
Tinggalkan curiga, tinggalkan takut, tinggalkan kuatir. Sadari
bahwa semesta ini tercipta dengan penataan yang smepurna, semua ada demi saling
melengkapi satu dengan yang lainnya. Dan aku kembali dari ritual pagiku dengan
semangat baru, menjaga semesta, dengan segala daya yang kupunya.
Salam Cinta Untuk Semesta
Minggu, 18 Maret 2018
BERCERMIN DARI KETAATAN KABUT
Kembali aku membuka pagi dengan berharap akan menjumpai
kabut. Maka kubangunkan raga dan kesadaranku jauh sebelum siang hadir. Masih dingin,
udara dan kabut masih sangat lembut, angina sangat lembut, bahkan semilirnyapun
takbisa kurasa,saat aku berjalan meniti jalan-jalan kampung di tempatku berdiam
bersama masyarakat yang lain.
Jalanan masih seperti beberapa waktu saat proyek jalan
Tol dibangun, dan saat usai serta beroprasipun belum ada tanda-tanda akan
diperbaiki. Namun justru dengan jalan yang takberaturan ini, bisa kunikmati
betapa berhati-hati saat berjalan itu benar-benar dibutuhkan.
Jalanan menanjak,
gelap masih menaungi tanah dan rerumputan. Nafas usia 40 tahunan dan tubuh 78
kg mengiring inginku menikmati kabut di lereng bukit. Suara deru mobil melesat
di jalan tol ikut menggoda konsentrasiku meniti jalan sepi.
Sesampai di bukit yang terpenggal demi proyek tol,
kulihat bukit sebelah selatan tempatku berada, masih agak hitam, namun di sana
dapat kulihat putih kabut yang memeluk bukit, ada batas jelas di bagian bawah
bukit, sementara beberapa kabut nampak asyik bermain-main dengan mobil-mobil
yang menderu kencang, TAAT kepada sang pengemudi.
Tak tahu juga apa kesan sang pengemudi, sewaktu digoda
kabut itu, mungkin kesal atau bahkan ada juga yang behagia, karena selalu
merindu kabut dengan segala keberadaannya. Dari kabut pagi ini aku belajar apa
itu kesetiaan, apa itu ketaatan. Meski berhak ikut menikmati alam semesta,
namun kabut selalu taat dengan kebijakan semesta.
Saat malam dan dingin serta
tiada udara bergerak, ia, si kabut itu akan hadir dengan sangat nyaman dan
merdeka, seolah malam milik mereka sendiri.
Namun saat ada yang mencoba menghardik mereka, entah itu
manusia, usara ataupun mobil yang bergerak cepat, ia akan TAAT, menyingkir
penuh canda tanpa pernah hendak meluka kepada siapa dan apa saja yang mengusir
mereka. Betapa ketaatannya menjadikan semesta rapi tertata dan sangat teratur. Karena
sejatinya, kabut itu adalah air dalam rupa berbeda, yang sedang meniti jalan
hidupnya dengan setia. Akan tiba saatnya
dia naik bersama kerabatnya, semua kabut, naik keangkasa dan kemudian menyatu,
menjadi mendung dan sewaktu-waktu, jika tiba saatnya, akan menjadi hujan.
Hujan begitu dibutuhkan makluk penghuni semesta ini, dan
itulah kabut dalam wajah yang berbeda. Kabut yang taat serta setia memainkan
peran hidupnya untuk semesta. Dan pagi ini, nuansa TAAT akan mengisi ziarah
iman, mereka yang akan berbakti. Spiritualitas kabut, yang setia serta TAAT,
menjadi nafasku pagi dan sepanjang hari ini.
Salam Kabut
NALEN18032018
Langganan:
Postingan (Atom)
-
Fenomena media sosial yang menggelora tanpa bisa dibendung, menjadikanbanyak orang menjadi was-was, kuatir dan bahkan sudah sampai k tah...
-
Setu Pahing 17 Desember 2022 BENINGE EMBUN ESUK II Samuel 7 : 23-29 Jabur 80 : 1-7, 17-19 Yokanan 3 : 31-36 “ Pramila sapunika P...
-
Selasa Legi 20 April 2021 BENINGE EMBUN ESUK Hosea 5 : 15- 6:6 Jabur 150 2 Yokanan 1 : 1-6 Mulane payo padha tetepungan lan mb...