Gerimis pagi ini kurasakan berbeda karena membuatku gagal
menikmati embun yang senantiasa jernih dan cemerlang.
Gerimis pagi ini juga
kurasakan berbeda, saat kawanku di pagi buta berkabar dan memintaku mencarikan
sesuatu. Sudah kuupayakan semampuku,,namun gagal. Maaf kawan, aku gagal
memberimu bantuan, meski sederhana. Dan Sang Khaliq memberimu jalan dengan cara
berbeda, hadirnya jasa trasportasi online.
Gelisah saat gagal memberi bantuan kepada kawan yang
sungguh membutuhkan. Dia dari kota lain di mana aku tinggal. Ke kota tempat aku
tinggal karena tugas panggilan hidupnya dan oleh karena itu, keluarga ia bawa. Namun
keadaan berkata lain, mantan kekasihnya sakit dan mesti kembali ke kotanya,
pagi ini juga. Gelisahku sebenarnya diawali saat aku gagal menemukan karibku
saban pagi, yaitu embun.
Jujur saja, sempat aku membenci hadirnya gerimis saat
pagi menjelang, karena gerimis akan mengusir embun pagi nan sederhanan namun
senantiasa cemerlang. Gerimis kurasakan merampas hakku menikmati indahnya embun pagi. Semua terasa sempurna saat aku
harus berjuang mencarikan sesuatu. Embun kuabaikan dan marahku terhadap
gerimispun menguap entah ke mana. Dan saat ada kabar dari kawanku, bahwa apa
yang dibutuhkannya sudah ditemukan, ada sebaris suka menggores pagiku.
Kulangkahkan kaki menuju ujung halaman tempat aku numpang
hidup dan kemudian kumatikan lampu. Pohon jambu rumah abadi embun pagi itu
sudah ditebang hanya demi membeton halaman dan aku tidak punya hak sama sekali
menghentikan penebangan itu. Langit di ufuk timur mulai menyibak mendung tipis
dan beberapa ekor kelelawar, mulai pulang ke rumah peristirahatannya.
Dingin masih menjagaku dan pagi ini bersama basah,
menjadikan suasna semakin bernuansa air. Tak kutemukan lagi embun di cerahnya
daun-daun jambu pagi ini, namun ada butiran-butiran air hujan yang menyapa
dalam rupa gerimis. Air itu beraneka cara untuk berjumpa dengan pasangan
kekalnya, yaitu tanah. Ada yang langsung menghujan dari angkasa, ada yang harus
bercumbu dengan dedaunan, namun mereka semua menikmati caranya serta jalannya
untuk sampai ke tanah.
Embun pagi ini lebur bersama air hujan dan mereka sepakat
bersatu menyapa kekasih abadinya, tanah. Di sana mereka akan bercumbu sesuka
hati mereka. Di sana mereka akan berbaur demi memberi kehidupan untuk smeesta
ini. Tak ada kebencian embun kepada hujan, meski haknya terpangkas. Tak ada
amarah embun meski air hujan menepikan warna hadirnya, justru mereka menyatu
demi memberi kehidupan semesta ini lebih berarti dan semakin hidup.
Tanah semakin terang dan aku harus kembali melanjutkan
aktifitasku. Salam untuk kawanku dan doaku untuk istrinya, yang juga kawanku di
suatu waktu di kota Pelajar. Cepat sembuh kawan dan untuk suamimu..lakukan
tugasmu dengan senang hati meski hatimu juga harus memikirkan kesehatan
istrimu.
Tuntang, 210112018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar