Sejak kecil Narni, nama gadis itu, sudah punya bakat cantik
dan juga supel serta enerjik, meski kadang terasa agak cerewet. Meski saat SD kecantikannya belumlah terlihat,
dan baru Nampak semakin jelas sewaktu menginjak sekolah SMP. Dan saat SMP
itulah, Narni
Nampak akrab dengan teman satu kelasnya, yang bernama Sunan,
remaja sederhana yang selalu menjadi perhatian Narni, meski masih Nampak
malu-malu kucing.
Selepas SMP, mereka berpisah. Narni masuk SMA dan Sunan
masuk STM di kota Kabupaten.
Karena jarak desa mereka berdua yang relative jauh,
maka jarang sekali mereka bisa berjumpa, hanya saat tertentu saja mereka bisa
berjuma. Semisal kebetulan satu bus atau memang janjian ke kota Kabupaten.
Meski demikian, benih-benih suka mulai tumbuh diantara mereka.
“Nar, kamu pernah kangen ga sama aku?”, Tanya Sunan suatu
waktu, saat mereka duduk menunggu bus di halte terkenal di kota kabupaten itu,
namanya gudang seng. Saat itu kebetulan Narni sedang dolan ke kota abupaten,
dengan teman-temannya.
“Hmm..apa ta Nan, kamu itu..ya…anu..anu..hhh”, Tersipu Narni
mencoba menjawab pertanyaan sunan, sembari memegangi kancing baju coklat
pramuka, karena kebetulan itu hari sabtu.
“Yowis kalo tidak kangen, tapi dari caramu menjawab, aku
tahu kok Nar, kamu itu jan-jane kangen lho sama aku”, desak Sunan, ingin menegaskan
bahwa sebenarnya Narni kangen dengan dirinya.
Lalu datanglah Bus arah kampong mereka, Serba Mulya.
Mereka kemudian berdesakan naik, dan sudah tak mendapatkan lagi tempat duduk
karena saking sesaknya.
“Klakon Ngadeg tekan tujuan kingko…”, Sunan berkomentar
dan disambut senyum merona dari Narni. Dan dalam desakan bus Serba Mulya jurusan Praci-Solo, bersama puluhan penumpang
yang lain, Sunan serta Narni meniti jalan-jalan indah penuh romansa.
Kesibukan sekolah akhirnya menjadikan mereka berdua,
sangat jarang bertemu, hingga suatu waktu, di sebuah acara desa, mereka bertemu
dan mencoba mencari waktu untuk berdua.
“Nar, nanti minggu depan hari jumat itu tanggal merah
lho. Bagaimana kalau kita dolan, bedua saja”, Tawar Sunan.
“Wah, kemana Nan, njur pamitku pie?”, Jawab Narni,
berharap namun Nampak galau, karena takut tidak diijinkan orang tuanya.
“Aku pamit alasan apa coba?”, Kejar Narni dengan Tanya.
“Hmmm..alasan ngerjain PR kelompok saja Nar”, sergah
Sunan penuh harap.
“Kamu ngomong ke simbokmu, matur kalo mau ngerjain PR di
rumahe Wanti yang di Parangjoho”, Dengan mantab sunan memberi jawaban solusi.
Dan benar, sesampai di rumah, setelah perjumpaan di acara
desa itu, Narni mencoba pamit ke simboknya.
“Oalah Nar, lha kok nggarap PR jaraknya aduh men”?Trus nanti
kamu mau ngonthel sendiri atau ngekol dari pasar?”, Tanya simboknya. Narni
diam, namun merasa ada peluang, segera meyakinkan simboknya.
“Anu mbok, nanti ada beberapa temen. Ada Mini, Tutik, dan
juga Kini, kami mau barengan ke rumah Wanti”, Jawab Narni mantab dan itu yang
membuat simboknya memberikan rekomendasi.
Pagi itu, saat tanggal merah, jam 4.00 Narni sudah
bangun, mandi dan berdandan. Itu yang membuat simboknya heran. Ini anak mau
ngerjakan PR kok semangat banget, bahkan jam sepagi itu sudah bangun serta
mandi dan dandan. Sesuatu yang agak jarang saat masuk sekolah.
“Nduk, Nar, kamu itu mau ngerjain PR atau mau kangsen
karo Sumadi?”, Canda simboknya. Agak
gugup, Narni kemudian menjawab.
“Ya ngerjain PR ta mbok”,jawabnya agak gagap. Namun simboknya
tidak memperhatikan, karena sibuk marut klapa untuk njangan agi itu.
“Nanti pulangnya jangan sore-sore ya nduk”, Weling
simboknya.
“Siap mbok, kalo sudah selesai nanti aku segera pulang”,
Jawab Narni mantab. Kemudian pamit simboknya, mengambil pit Jengki andalannya.
Mengayuhnya menuju arah selatan, lalu belok kanan dan di ujung timur pasar,
sudah ada Sunan menunggu di jog motornya, berada dibalik pohon waru timur pasar
kecamatan itu.
“Dah lama Nan?”, Tanya Narni.
“Lumayan, dah segera naik di jog”, Jawab Sunan.
Narni segera naik,agak berjarak, setelah berjalan agak
jauh, Sunan Tanya, “Mau ke mana ini Nar?”
“Manut saja Nan”, jawab Narni
“Ke Song Putri saja ya, nanti naik ke goa itu, sembari
memandang air waduk”, Jawab Sunan. “Iya, manut, tapi janji ya Nan, jangan
sore-sore pulange”, Pinta Narni.
“Iya, kalau sudah puas kita menikmati waduk dan goa song
putri, kita mulih Nar”, Jawab Sunan sembari mengeber sepeda motornya.
Percakapan dalam motor menjadikan mereka tidak merasakan, bahwa ternyata mereka
sudah sampai di Goa Song Putri. Setelah memarkir motornya, Sunan mengajak Narni
naik. Awalnya mereka berjalan sendiri-sendiri, namun saat Narni hamper
terpelanting, dengan sigap Sunan meraihnya. Agak tersipu mereka, apalagi dari
bawah, ada dua orang remaja hendak memancing dan nampaknya memperhatikan
mereka.
“Awasss nan, aja mbathi…”Sergah Narni, namun nadanya juga
pengen tetap dalam pegangan Sunan. Mereka asik menikmati suasana kemarau di
atas waduk Song Putri, hingga menjelang sore. Kemudian mereka pulang dengan
senyum sempurna. Semenjak saat itu, Narni dan sunan semakin akrab, tak jarang
mereka berkirim surat.
Kesibukan sekolah menjadikan mereka semakin akrab dan
semakin tumbuh benih-benih asmara. Hingga kemudian mereka lulus STM dan SMA.
Mereka berpisah untuk merajut asa mereka, meski sempat ada sebait janji
diantara mereka. Mereka akan saling menjaga rasa diantara mereka, dan suatu
waktu akan saling menjumpai untuk meraih impian berdua saat kemarau di Waduk
Song Putri..
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar