Sabtu, 10 Juni 2017

Menyadari Diri Sebagai Peminjam Semesta




Ada sebuah ungkapan yang menurut saya penting untuk dipahami secara cermat dan seksama. Ungkapan ini tidak terlihat relegius ataupun bernuansa politik, sehingga aman untuk dikomentari dan siapa saja yang membaca tulisan ini serta mengomentarinya, tidak mungkin terjerat pasal UU apapun. Ungkapan itu adalah, “Apa yang kita kerjakan hari ini adalah upaya mengembalikan pinjaman kepada anak cucu”. Ini terkait dengan alam semesta.

Jujur saja harus kita akui bahwa kita seringkali meenaknya sendiri melakukan tindakan apapun dalam kehidupan ini. Dan tindakan itu tidak jarang merusak alam sememsta ini. Baik membuang sampah sembarangan, menebang pohon di hutan., menggunakan bahan bakar tanpa kendali dan masih banyak daftarnya yang lain, silakan tambahkan jika berkenan menambahkan.

Semua kita lakukan tanpa menyadari bahwa sebenarnya alam semesta ini terbatas. Dan karena terbatasm suatu saat pasti akan rusak dan habis. Kita tidak tahu atau sebenarnya tahu namun lupa atau melupakan diri bahwa kita ini bukan pemilik alam semesta ini. Kita ini hanya meminjam kepada anak cucu kita. Apakah kita akan mengembalikan pinjaman kita ke anak cucu kita dalam keadaan baik atau buruk, ya semua tergantung kita saat ini.

Polah tingkah kita yang konsumtif dan boros menjadikan cadangan energi alam ini semakin menipis. Perilaku kita yang sok-sokan kaya dan memiliki banyak uang meskipun cara mendapatkannya tidak selalu baik, menjadikan kita pongah dengan sikap kita. Merasa mampu membeli lebih dari satu kendaraan bermotor maka rumah dipajang motor laksana dealer motor. Semua anggota keluarga memkai satu-satu alat transportasi ini tanpa menyadari betapa semua itu membutuhkan bahan bakar.

Pada akhirnya, semesta ini semakin letih dan rentan. Jika tidak segera ditolog, maka kondisi kritis alam semesta akan naik ke kondisi koma. Setelah itu…

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH