Sabtu, 17 Juni 2017

Kisah Sang Pemulung Agung




Seorang pemulung berkeliling untuk mengumpulkan barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai oleh si pemilik. Dengan gigih dan tekun, pemulung berkeliling dari tempat satu ke tempat yang lain, dari desa satu ke desa yang lainnya. Kadang panas terik menimpa dan kadang pula hujan badai menemaninya. Semua dilalui dengan setia.

Dan setelah menemukan barang yang dicarinya srta dipadang bisa laku dijual, dia kumpulkan itu. Biasanya wadah tempat barang hasil mulungnya sudah rombeng, terkadang juga masih bagus. Dan setelah terkumpul penuh, dia akan pulang. Sesampainya di rumah, masih harus dia menyortir barang-barang hasil kerjanya untuk dipilah dan dipilih. Setelah itu ia akan bawa kepada pengepul untuk ditukar dengan sejumlah uang.

Barang-barang yang dikumpulkan pemulung itu tidak semuanya laku dijual, oleh karenanya si pemulung mesti cermat memilah serta memilih. Dan pemilihan itu sudah semenjak dia berkeliling. Dan biasanya barang yang ia kumpulkan itu kotor dan rusak. Di dini kesetiaan dan ketekunan memainkan peran yang sangat dominan, karena salah pilih akan menyebabkan pekerjaannya sia-sia, sudah letih dan membuang waktu,tenaga,pikiran dan juga biaya namun tiada berguna karyanya.

Renungan minggu 18 juni 2017 ini mengajak kita semua untuk sadar serta menyadari bahwa kita ini, manusia yang berdosa dan sejatinya tiada berguna. Kita seolah sampah yang siap tercampakkan kea pi abadi. Syukurlah datang Sang Pemulung Agung, Sang Penyelamat.

Kita dipilah dan dipilih untuk kemudian diangkat serta diangkut. Dibawa ke “Rumah Agung” sang Pemulung sejati. Di sana, kita dibersihkan serta dipilih kembali untuk dijadikan sesuatu yang bermanfaat untuk fungsi dan tugas yang lain. Kita, seperti barang-barang rongsokan namun karena hadirnya Sang Pemulung Agung itu,kita dipungut dan hendak dijadikan sesuatu yang lebih bermakana.

Di tangan Sang Pemulung Agung itu, kita diubah, kita disortir dan kemudian siap djjadikan sesuatu yang bermakna oleh Sang Pemulung Agung itu. Di angan Sang Pemulung Agunglah kita menjadi lebih bermakna. Dan karenanya, kitapun semestinya siap “diapakan” saja oleh Si Pemulung Agung itu.

Kita, barang tak berguna ini dilihat, dipilih,dipungut,diangkat dan diangkut oleh Sang Pemulung Agung. Ini mirip dengan kisah di keluaran 19:2-8. Kita dipanggil keluar. dipanggil keluar untuk diubah menjadi sesuatu yang lebih bermakna serta lebih berharga.
Oleh karena itu, jika barang hasil pulungan pemulung siap diapakan saja demi kebaikan si pemulung, seharusnya kita juga siap dipanggil, dibentuk oleh Sang Pemulung Agung itu untuk dijadikan keluarga dan diutus melakukan semua kehendak Sang Pemulung agung.

Harus kita sadari bersama bahwa di luar si pemulung, maka barang-barang bekas itu tak aka nada makna malah menjadi sampah yang mengganggu. Namun akibat jasa si pemulung, barang bkas itu menjadi lebih berharga. Bukankah demiikian keberadaan kita jika tanpa Sang Pemulung Agung itu? Kita tiada berguna, kita rusak dan kotor karena dosa. Namun akibat kerelaan dan pengorbanan Sang Pemulung Agung yang rela berlelah dan bersakit untuk mencari, mengangkat dan menggendong kita, kita menjadi berarti.

Jikalau barang di tangan pemulung siap diapakan saja, maka seharusnya kita juga siap untuk diapakan serta diutus untuk melakukan apa saja. Seperti pemulung yang paham di mana harga dan kualitas barang yang ditemukannya, kitapun juga. Ditangan Sang Pemulung Agung kita juga sudah diberi makna serta fungsi yang cocok dengan keberadaan kita. Oleh karena itu, jika kita bergembira dipungut oleh Sang Pemulung Agung, maka gembiralah juga dengan tugas serta perutusannya.

Salam Pemulung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH