“Sahabat sejati itu akan tetap setia meskipun keadaan
sulit sedang mendera”. Itulah sekelumit kata-kata mutiara yang dilontarkan oleh
salah seorang sahabat. Entah dari mana dia mendapatkan ilham tentang kata-kata
atau kalimat mutiara tersebut. Namun nampaknya apa yang dilontarkannya benar
adanya.
“Mas, apakah ada waktu untuk tiga hari ke depan?”, sebuah
pesan WA masuk ke androit jadul milik saya. Kemudian aku lihat agenda tiga hari
ke depan dan ternyata agak longgar.
“Sekitar jam 2-4 sore aku longgar. Mau ketemu di mana?Aku
siap,asaalkan jangan di Denpasar”, Jawabku bercanda karena dalam balasan Waku kuberi
tanda emotion orang terpingkal.
“Siap mas, manut saja. Nampaknya di tempat biasa kita
beremu lebih nyaman dan berada di tengah-tengah jarak rumah kita”, Balasan
berikut dari WA sahabat saya. Dan kemudian kami sepakat bertemu pada hari tiga
hari setelah percakapan virtual melalui aplikasi WA.
Sahabat saya itu sedang mendapatkan karunia kehidupan
yang istimewa, yaitu kesulitan hidup.
Dan dalam keadaan demikian, beberapa
sahabat yang dahulu dekat mulai menampakkan keaslian watak dan perilakuknya. Mereka
perlahan meninggalkan sahabat saya ini dengan seribu satu macam alasan. Entah mengantar
anak, mengantar istri,arisan,pertemuan keluarga, RTnan dan sebagainya. Intinya mereka
mencoba menghindari sahabat yang sedang menghadapi persoalan serius.
“Aku tidak meminta apa-apa, aku hanya ingin bercerita,
berkisah”, Demikian sahabat saya itu berkata saat akhirnya kami berjumpa di
sebuah café, di siang hari. Di dekat jalan raya yang cukup ramai.
Sahabatku ini berkisah tentang semua kejadian yang
membawanya sampai pada persoalan rumit dan aku hanya mencoba mendengar
ceritanya. Bagi orang yang sedang terlanda persoalan, didengar kisahnya saja
sudah mengurangi 50% beban yang dipikulnya.
Tidak ada upayaku untuk sok menjadi pahlawan dengan
petuah-petuah sok bijaksana yang sering dilontarkan oleh mereka yang merasa
paling pandai. Apalagi petuah bernada rohani dengan kutipan teks-teks buku
suci. Tidak. Aku lebih suka mendengar dan ketika sahabat ini memunculkan sebuah
ide jalan keluar, kubantu memetakan kemungkinan-kemungkinan sehingga saat
diambil jalan untuk ditempuh, dia sendiri yang menentukan pilihan itu.
“Suwun ya, sudah mau mendengarkan saya, mau meluangkan
waktu untuk saya”, Ungkap sahabat saya ketika kami hendak berpisah.
“Panjenangan satu diantara orang-orang yang masih mau
mendengarkan keluh kesahku”, Lanjut sahabat di parkiran sepeda motor.
Aku terdiam sembari mencari kunci motor yang memang
menjadi penyakitku, yaitu lupa menaruhnya dan sembari mendekati sepeda motor,
aku menjawab.
“Aku hanya punya waktu, dan dengannya aku bisa berbagi
dengan siapa saja. Jika aku takbisa mengelola waktuku, berarti aku gagal mengelola
karuniaNya”, Jawabku datar.
“Dan panjenengan sudah menunjukkan betapa sahabat yang
sejati atau sahabat yang asli adalah ketika mau selalu berbagi, juga dengan
waktu, dalam segala keadaan”, JAwab sahabatku sembari menyalakan sepeda
motornya.
Aku tidak menolak atau mengiyakan, hanya diam dan
kemudian beranjak pergi. Entahlah, apakah asli atau tidak persahabatan yang aku
jalani. Yang paling penting untukku hanyalah memberi diri sebisa aku lakukan.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar