Kamis, 08 Juni 2017

Memaknai Persahabatan



“Sahabat sejati itu akan tetap setia meskipun keadaan sulit sedang mendera”. Itulah sekelumit kata-kata mutiara yang dilontarkan oleh salah seorang sahabat. Entah dari mana dia mendapatkan ilham tentang kata-kata atau kalimat mutiara tersebut. Namun nampaknya apa yang dilontarkannya benar adanya.

“Mas, apakah ada waktu untuk tiga hari ke depan?”, sebuah pesan WA masuk ke androit jadul milik saya. Kemudian aku lihat agenda tiga hari ke depan dan ternyata agak longgar.
“Sekitar jam 2-4 sore aku longgar. Mau ketemu di mana?Aku siap,asaalkan jangan di Denpasar”, Jawabku bercanda karena dalam balasan Waku kuberi tanda emotion orang terpingkal.

“Siap mas, manut saja. Nampaknya di tempat biasa kita beremu lebih nyaman dan berada di tengah-tengah jarak rumah kita”, Balasan berikut dari WA sahabat saya. Dan kemudian kami sepakat bertemu pada hari tiga hari setelah percakapan virtual melalui aplikasi WA.
Sahabat saya itu sedang mendapatkan karunia kehidupan yang istimewa, yaitu kesulitan hidup. 

Dan dalam keadaan demikian, beberapa sahabat yang dahulu dekat mulai menampakkan keaslian watak dan perilakuknya. Mereka perlahan meninggalkan sahabat saya ini dengan seribu satu macam alasan. Entah mengantar anak, mengantar istri,arisan,pertemuan keluarga, RTnan dan sebagainya. Intinya mereka mencoba menghindari sahabat yang sedang menghadapi persoalan serius.

“Aku tidak meminta apa-apa, aku hanya ingin bercerita, berkisah”, Demikian sahabat saya itu berkata saat akhirnya kami berjumpa di sebuah café, di siang hari. Di dekat jalan raya yang cukup ramai.

Sahabatku ini berkisah tentang semua kejadian yang membawanya sampai pada persoalan rumit dan aku hanya mencoba mendengar ceritanya. Bagi orang yang sedang terlanda persoalan, didengar kisahnya saja sudah mengurangi 50% beban yang dipikulnya.

Tidak ada upayaku untuk sok menjadi pahlawan dengan petuah-petuah sok bijaksana yang sering dilontarkan oleh mereka yang merasa paling pandai. Apalagi petuah bernada rohani dengan kutipan teks-teks buku suci. Tidak. Aku lebih suka mendengar dan ketika sahabat ini memunculkan sebuah ide jalan keluar, kubantu memetakan kemungkinan-kemungkinan sehingga saat diambil jalan untuk ditempuh, dia sendiri yang menentukan pilihan itu.

“Suwun ya, sudah mau mendengarkan saya, mau meluangkan waktu untuk saya”, Ungkap sahabat saya ketika kami hendak berpisah.
“Panjenangan satu diantara orang-orang yang masih mau mendengarkan keluh kesahku”, Lanjut sahabat di parkiran sepeda motor.

Aku terdiam sembari mencari kunci motor yang memang menjadi penyakitku, yaitu lupa menaruhnya dan sembari mendekati sepeda motor, aku menjawab.

“Aku hanya punya waktu, dan dengannya aku bisa berbagi dengan siapa saja. Jika aku takbisa mengelola waktuku, berarti aku gagal mengelola karuniaNya”, Jawabku datar.

“Dan panjenengan sudah menunjukkan betapa sahabat yang sejati atau sahabat yang asli adalah ketika mau selalu berbagi, juga dengan waktu, dalam segala keadaan”, JAwab sahabatku sembari menyalakan sepeda motornya.

Aku tidak menolak atau mengiyakan, hanya diam dan kemudian beranjak pergi. Entahlah, apakah asli atau tidak persahabatan yang aku jalani. Yang paling penting untukku hanyalah memberi diri sebisa aku lakukan.
Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH