Selasa, 24 Januari 2017

SPIRITUALITAS PULANG



Sepanjang hari ini hujan setia menyapa, dan saat sore, sisa-sisa hujan masih terlihat dengan jelas. Selokan masih terairi air keruh, daun-daun masih basah. Kabut mulai turun, menyelimuti dedaunan, yang juga masih basah.
Nadi kehidupan kampung ikut dingin, sedingin puncak musim hujan di wilayah tropis. Beberapa petani nampak mulai mennggalkan sawahnya,beberapa diantara mereka sudha menggunakan kendaraan bermotor untuk pergi dan pulang dari sawah. Memang kemajuan menyentuh seluruh sendi kehidupan.

Beberapa rumah sudah mulai menyalakan lampu penerangan, mungkin karena kabut dan sisa hujan menjadikan gelap lebih terasa, meski senja belum begitu tua. Dari sebuah sudut rumah, di ujung pertigaan jalan kampung, nampak seorang ibu, sedang membuka sebuah kandang. Kandang untuk ayam peliharaan mereka. Ibu itu hendak memanggil dan mempersilakan ayam-ayamnya pulang. 

Seharian ayam-ayam itu dibiarkan berkelaiaran mencari makan dan juga bersosialisasi sesame ayam. Dan senja atau sora adalah saat pulang. Biasanya, pagi dilepas dari kandang setelah terlebih dahulu diberi makan oleh ibu pemilik itu. Namun sora, biasanya tidak, karena mungkin ayam-ayam itu sudah kenyang.
Saya tertarik untuk memotret “Pulangnya” ayam di sore hari. Pulang berarti kembali menuju tempat awal berada. Pulang berarti kembali ke tempat yang dirasakan paling aman dan nyaman untuk menikmati kehidupan. Dan ayam-ayam itu sepertinya sudah sangat paham, jika senja adalah waktu untuk pulang, untuk kembali. Seharian cukup untuk  bermain, bekerja,berekspresi dan juga untuk mencari sesuatu. Ketika tiba saatnya, maka pulang adalah pilihan terbaik.

Mungkin saja sewaktu siang,selama beraktifitas, ayam-ayam itu ada yang bertengkar, berkelahi,bermusuhan,menghadapi ancaman dan juga terpeleset dan jatuh. Namun saat senja, saatnya untuk pulang. Ayam bisa memahami ruang dan batasan-batasan hidupnya. Ayam sadar, meski masih lapar dan masih banyak makanan, namun gelap malam dan terang lampu listrik tidak bisa menolongnya melihat realita dis ekitarnya, maka jalan terbaik adalah pulang, kembali. Pulang untuk memulihkan tenaga, mengembalikan energi yang telah terpakai.

Terkadang, manusia tidak bisa lebih bijaksana dari ayam dan kehidupannya. Kadang manusia gagal mengelola waktu dengan baik dan tepat. Kadang manusia gagal untuk menyadari bahwa saatnya untuk pulang, untuk kembali,untuk menyerahkan waktunya kepada yang lain. Manusia terlalu serakah dengan segalanya, juga serakah terhadap waktu. Dan sering pula manusia tidak memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang baik, malah menggunakan waktu untuk merusak dan menghancurkan. Jika demikian yang terjadi, maka pulanglah, kembalilah kepada kehidupan yang membuat tenteram dan damai.

Belajarlah dari ayam..yang selalu pulang saat senja tiba..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH