Sabtu, 04 Februari 2017

Bahasa Benci



Saudara, mengapa engkau memelihara kebencian sebegitu dalam? Sementara engkau sedang berbaris mengikuti Sang Cinta tang Sejati? Mengapa kau berjuang membungkus kebencian itu dengan senyum kaku dan wajah ramah namun nampak sebuah rona serakah?

Kau selimuti kebencian itu dengan jumlah uang yang sejatinya bukan milikmu namun selalu engkau merasa sebagai milikmu. Engkau bereteriak memperjuangkan kejujuran dan keadilan sementara dibalik bajumu terselip belati tajam kebencian, engkau berteriak lantang seolah memperjuangkan keramahan namun di balik wajahmy yang tersenyum itu nampak ada sebuah keterpaksan.

Di dalam dirimu ada bagian-bagian penyusup yang sukanya berteriak bak pahlawan, laksana pejuang dengan tingkat kepandaian sang maestro, namun sejatinya hanyalah seekor kutu. Seekor kutu yang seketika terasa kuat akibat gigitannya, namun sebenarnya Cuma binatang kecil yang sekali sentuh, hancur berkeping-keping. Di dalammu, ada pemicu yang seolah bintang terang namun saat diajak melakukan apa yang diteriakannya, lari tunggang langgang seperti rusa mendengan kedatangan singa.

Kau mengatakan meniti jalan cinta, namun hanya kemunafikan yang  menjadi nafasmu. Tidak usahlah berguru sampai ke pedalaman bumi untuk bisa membaca gerakmu. Gerakmu masih mentah, masih mudah dibaca oleh siapa saja. Ingatlah saudara, kita hidup di dalam tata hukum alam semesta. Hukum yang adil, yang tidak bisa ditipi oleh apa dan siapa.
Dirimu bisa menipu sesamamu, namun alam raya, alam semesta ini tidak mungkin bisa kau tipu.  Bahkan sebenarnya, engkau tidak bisa menipu dirimu sendiri. Kecewamu pada satu sisi, sudah membutakan matamu untuk selaksa kebaikan sesamamu.  Ingatlah, alam ini punya caranya sendiri untuk menata keteraturannya, menata keharmonisan tata laku hidupnya. Benci yang engkau tanam, sudah bertunas,sudah bertumbuh, dan sepertinya segera berbuah. Kebencianmu terhadap saudaramu sudah semakin tiada terkendali, sementara engkau berteriak sedang meniti jalan cinta.

Seperti minyak dan air, serupa namun sangat berbeda, demikian juga bencimu,meski engkau gemakan cinta,namun tetaplah benci. Hanya saja, belajarlah dari keadilan semesta, bahwa dia tidak mungkin akan bisa diatur oleh dirimu.
Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH