Hari ini saya berjumpa dengan salah seorang warga
jemaat yang sudah tergolong sepuh. Mbah Juminah namanya. Usia sekitar 92 tahun.
Beliau memiliki dua anak perempuan dengan beberapa cucu dan cicit. Dalam usia
senjanya, belia meski mengalami sakit akibat terpeleset saat berjalan menuju ke
kamar mandi. Karena sakitnya pulalah maka setiap kali ada sakramen selalu
mendapatkan pelayanan istmewa dengan mengunjungi rumah di mana beliau tinggal.
Namun hari ini ada sesuatu yang berubah kalau
tidak bisa dikatakan aneh, saya kami (bersama dengan anggota majelis gereja)
mengunjungi ke rumah di mana beliau
tinggal, beliau tida ada dan menurut salah seorang anaknya, beliau sedang
memilih tinggal bersama salah satu cucunya. Maka kamipun bergegas mengunjungi tempat
di mana Simbah sekarang tinggal.
Benar bahwa tempat tinggal beliau yang sekarang
berbeda dengan tempat tinggalnya sendiri. Nuansa modern terlihat dengan ornament
rumah yang khas jaman modern,namun bukan itu ternyata yang membuat simbah
Juminah memilih tinggal bersama salah seorang cucunya. Beliau mengatakan bahwa
jika tingga di rumah sendiri akan sulit meminta pertolongan ke suaminya (mbah
kakung Suraji) karena usia yang sudah sangat tua juga. Itulah alasan beliah
memilih tinggal bersama salah seorang cucunya.
Sebelum kami melanyankan sakramen, seperti biasa
kami bercakap, menanyakan keadaan,kabar dan mengajkanya menyanyikan salah satu
nyanyian dari Kidung Jawa lama. Beliau sangat antusias dan ini yang membuat
saya merasakan makna dari pilihan hidup yang saya jalani. Sesaat sebelum
menerima symbol sakramen, beliau sempat bercerita tentang doa dan harapan yang
selalu mbah Juminah panjatkan. Doanya tidak muluk-muluk,hanya minta kesabaran
dan kesetiaan saat menanti “Jemputan
Tuhan menuju ke dalam keabadian.
“Kula
tansah ndedonga, nyenyuwun Gusti dipun paring kekiyatan lan kesabaran kangge
nampeni timbalan. Niku mawon pak panyuwunan kula dating Gusti” (Terj:
Saya selalu berdoa dan meminta kepada Tuhan diberikan kekuatan dan kesabaran
untuk menerima panggilan. Itu saja doa saya Pak), Demikian Mbah juminah
menjalani hidup di usia senjanya.
Ada kepasrahan,ada iman yang kuat,ada jejak-jejak
kekuatan yang mengaris di wajah Simbah. Kami mendengar dengan seksama sembari
merenung. Betapa melalui Simbah Juminah yang sepuh dan sederhana ini, iman kami
diajak untuk bercermin. Sering kami meminta dan doa kepada Tuhan dengan
semangat memaksakan kehendak.
Bagi Mbah Juminah, permintaan itu mesti diimani
dan dijalani dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Waktu manusia dan Sang
Pencpta, Sang Kehidupan Sejati itu berbeda.
Terima Kasih mbah Juminah, dari perjumpaan
sederhana hari ini, kami boleh mencicipi semangat hidup yang menjadi kekuatan
Simbah menerima anugerah usia sampai 92 Tahun. Selamat menantikan Dia sembari
menjaga anak,cucu dan juga cicit. Semoga, waktu yang akan dating, masih bisa
berjumpa dan sowan simbah untuk menimba pengalaman kehidupan yang berharga. Permintaan
itu hamper selalu menjadi kebutuhan manusia dan tanpa iman serta mengimani,
sia-sialah permintaan itu.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar