Senin, 22 Agustus 2016

MENGIMANI SEBUAH PERMINTAAN






Hari ini saya berjumpa dengan salah seorang warga jemaat yang sudah tergolong sepuh. Mbah Juminah namanya. Usia sekitar 92 tahun. Beliau memiliki dua anak perempuan dengan beberapa cucu dan cicit. Dalam usia senjanya, belia meski mengalami sakit akibat terpeleset saat berjalan menuju ke kamar mandi. Karena sakitnya pulalah maka setiap kali ada sakramen selalu mendapatkan pelayanan istmewa dengan mengunjungi rumah di mana beliau tinggal. 

Namun hari ini ada sesuatu yang berubah kalau tidak bisa dikatakan aneh, saya kami (bersama dengan anggota majelis gereja) mengunjungi ke rumah di mana  beliau tinggal, beliau tida ada dan menurut salah seorang anaknya, beliau sedang memilih tinggal bersama salah satu cucunya. Maka kamipun bergegas mengunjungi tempat di mana Simbah sekarang tinggal.

Benar bahwa tempat tinggal beliau yang sekarang berbeda dengan tempat tinggalnya sendiri. Nuansa modern terlihat dengan ornament rumah yang khas jaman modern,namun bukan itu ternyata yang membuat simbah Juminah memilih tinggal bersama salah seorang cucunya. Beliau mengatakan bahwa jika tingga di rumah sendiri akan sulit meminta pertolongan ke suaminya (mbah kakung Suraji) karena usia yang sudah sangat tua juga. Itulah alasan beliah memilih tinggal bersama salah seorang cucunya.


Sebelum kami melanyankan sakramen, seperti biasa kami bercakap, menanyakan keadaan,kabar dan mengajkanya menyanyikan salah satu nyanyian dari Kidung Jawa lama. Beliau sangat antusias dan ini yang membuat saya merasakan makna dari pilihan hidup yang saya jalani. Sesaat sebelum menerima symbol sakramen, beliau sempat bercerita tentang doa dan harapan yang selalu mbah Juminah panjatkan. Doanya tidak muluk-muluk,hanya minta kesabaran dan kesetiaan saat menanti “Jemputan  Tuhan menuju ke dalam keabadian.

“Kula tansah ndedonga, nyenyuwun Gusti dipun paring kekiyatan lan kesabaran kangge nampeni timbalan. Niku mawon pak panyuwunan kula dating Gusti” (Terj: Saya selalu berdoa dan meminta kepada Tuhan diberikan kekuatan dan kesabaran untuk menerima panggilan. Itu saja doa saya Pak), Demikian Mbah juminah menjalani hidup di usia senjanya.
Ada kepasrahan,ada iman yang kuat,ada jejak-jejak kekuatan yang mengaris di wajah Simbah. Kami mendengar dengan seksama sembari merenung. Betapa melalui Simbah Juminah yang sepuh dan sederhana ini, iman kami diajak untuk bercermin. Sering kami meminta dan doa kepada Tuhan dengan semangat memaksakan kehendak. 
 
Bagi Mbah Juminah, permintaan itu mesti diimani dan dijalani dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Waktu manusia dan Sang Pencpta, Sang Kehidupan Sejati itu berbeda.
Terima Kasih mbah Juminah, dari perjumpaan sederhana hari ini, kami boleh mencicipi semangat hidup yang menjadi kekuatan Simbah menerima anugerah usia sampai 92 Tahun. Selamat menantikan Dia sembari menjaga anak,cucu dan juga cicit. Semoga, waktu yang akan dating, masih bisa berjumpa dan sowan simbah untuk menimba pengalaman kehidupan yang berharga. Permintaan itu hamper selalu menjadi kebutuhan manusia dan tanpa iman serta mengimani, sia-sialah permintaan itu.
Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH