Alam
ini sejatinya bergulir dengan hukum-hukumnya yang pasti dan di dalamnya bisa
ditarik sebuah kesimpulan bahwa ada putaran kehidupan yang kemudian dinamakan
siklus. Semua ciptaan ada di bawah kekuasaan hukum semesta yang bernama siklus.
Biji tanaman berasal dari pohon, pohon berasal dari biji. Putaran ini tidak
bisa dihindari dan –meski ada teknologi hebat semacam cangkok dan stek- menjadi
siklus yang paling kuat.
Seperti
tumbuhan, sejatinya manusia-pun selalu menjalani siklus di dalam kehidupannya. Semenjak
tidak ada menjadi ada, sedari janin menjadi
bayi,lahir,anak-anak,remaja,pemuda,dewasa dan kemudian tua lalu meninggal. Saat
meninggal,banyak yang berpikir terjadi keterpisahan total dengan yang masih
terjaga kehidupannya di alam fana. Namun benarkah telah terjadi keterpisahan
total?Bukankah yang meninggal itu kemudian jasadnya menyatu dengan bumi,lalu
berubah bentuk menjadi nutrisi tanah yang diserap oleh tumbuhan dan kemudian menghasilkan
kesegaran dedaunan nan hijau, setelah itu dedaunan itu menghasilkan oksigen dan
juga karbon diogsida yang sangat diperlukan manusia?Belum lagi saat nutrisi
tanah itu kemudian menghasilkan buah-buah ranum yang akhirnya di makan oleh
manusia, bukakah ini juga wujud kemenyatuan? Bukankah ini wujud kebersamaan dan
kemenyatuan sejati?
Jika
manusia bisa menyadari hakekat kemenyatuan dan persekutuan abadi dalam wujud
berbeda,maka semestinya tiada lagi kedukaan mendalam saat terpisah sewaktu ada
salah satu anggota yang meninggal dunia.
Meninggal
dunia adalah cara lain manusia bereksistensi. Kematian adalah perwujudan
kemenyatuan yang abadi, karena dengannya,siapa saja dan di mana saja bisa
menyatu dalam seluruh gerak dan nafas alam semesta. Mengerti dan kemudian
menghayati siklus kehidupan akan membawa setiap manusia menghargai setiap gerak
dan sisi kehidupan, meski berbeda dan tidak selalu terlihat bersama.
Salam
Semesta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar