Sabtu, 28 Oktober 2017

Menghidupi Kasih


“Pak, hendak ke manakah saat senja gelap dengan mendung hitam seperti ini?”, Sapa seorang remaja laki-laki kepada seorang bapak, saat mereka berdua berjumpa di sebuah pertigaan jalan desa, tepat di perbatasan pemukiman dengan  hamparan sawah dan ladang.
“Mau ke sawah nak, nampaknya hujanakan turun dengan sangat deras jika melihat gelatnya, baik udara dan juga mendung yang ada”, Jawab si bapak dengan senyum tulus khas seorang petani yang selalu taat kepada bahasa alam.
“Tapi hujan nampaknya akan sangat deras pak, dan juga sudah sore dan sebentar lagi malam. Pastilah akan sangat gelap dan dingin”, Sambung si remaja yang nampaknya sangat ingin tahu dengan motivasi si bapak petani yang siap menerjang segala rintangan demi sawah dan tanaman padinya.
“Hujan adalah karunia nak, demikian juga  malam dengan segala ornamennya, baik gelap dan dingin. Kita tidak bisa menolak malam meskipun kita bisa membuat lampu dari listrik. Kita tidak bisa menolak hujan meskipun teknologi sangat canggih dan yang perlu kita kerjakan adalah bercakap dengan alam semesta ini. Karena, sebagaimanapun keberadaannya, semua yang adadalam lingkaran semesta ini adalah bahasa cinta untuk kita semua. Hujan selalu jujur dan ramah dengan semua penghuni semesta dan karenanya bapak juga belajar mencintai semua bahasa alam semesta ini”
Suasana senyap dan gelap semakin mendekat. Dalam keheningan Nampak si bapak tani hendak melanjutkan perjalanannya dan itu membuat si remaja tertarik untuk mengetahui kehidupan bapak tani nan sederhana ini.
“Jika engkau ingin menikmati hujan, jangan takut dengan basah dan dinginnya nak. Maka jika hendak mengikutiku, ayo berjalan dan menikmati bahasa cinta semesta”, Ajak si bapak tani yang diikuti oleh si remaja itu.
Maka dalm gerimis yang semakin menderu serta gelap yang semakin berkuasa, berjalanlah dua orang itu menuju sebuah persawahan. Dingin air hujan dan gelap malam seolah asing untuk si remaja itu, namun nampak nikmat untuk si bapak petani dan demi kebaikan si remaja itu, pak tani menyuruh dia masuk berteduh di sebuah gubug permanen di pojok pematang. Dalam gubug itu si remaja melihat semua yang dilakukan pak tani  Dan ketika hujan reda,si bapak tani bergegas menyusul si remaja ke dalam gubug dan seusai berganti pakaian basah pak tani menyalakan api unggun.
“Pak, apa yang membuat bapak sanggup melakukan semua ini? Tanya si remaja dalam temaram cahaya api unggun.
Sembari menyalakan rokok  yang disimpannya dalam saku baju yang dibungkus dengan plastic, si bapak tani itu menjawab dengan pelan namun penuh wibawa.
“Karena aku mencintai kehidupan ini apa adanya. Aku memaknai bahwa pekerjanku adalah cinta dan karenanya aku harus menghidupi pekerjaanku ini dengan cinta. Karena tanpa cinta tiada satupun yang bisa hidup di dalam dunia ini. Dunia ini tercipta karena cinta Allah dan demi cinta itu, Tuhan Allah mengiklaskan hidupnya. Dan ketahuilah juga bahwa manusiapun dicipta karena cinta, maka manusia mesti hidup dan menghidupi cinta itu dengan bertaruh nyawa”, Urai si bapak tani yang ternyata sangatlah dalam pemahamannya tentang kehidupan.
Udara malam semakin dingin, namun semangat hidup pemuda itu membara laksana magma Gunung agung di Bali yang membuat banyak orang gelisah dibuatnya. Dan dari perjumpaan serta percakapan sederhana dengan si bapak tani di sawah saat hujan dan di tengah sawah itu, remaja itu perlahan mulai berubah caranya melihat kehidupan. Dia ingin mencinta hidup dan kehidupannya dan semakin tersadar bahwa demi menghidupi cinta itu, pengorbanan adalah harga mati.
Salam Cinta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH