Sabtu, 02 September 2017

TIDAK SEMUA YANG NAMPAK BAIK ITU BENAR



“Enyahlah Iblis. Engkau batu sandungan bagiKu, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”

Perkataan Yesus itu ditujukan untuk salah seorang muridNya, yaitu Petrus. Hardikan marah itu bukan dikarenakan Petrus melakukan sesuatu sesuatu yang bernada criminal atau yang merugikan pihak lain. Bukan.

Apa yang dilakukan, tepatnya dikatakan, Petrus sebenarnya justru sesuatu yang (terlihat ) baik. Apa yang dikatakan Petrus?

Waktu itu, 13 orang laki-laki sedang dalam sebuah perjalanan. Mereka selalu bersama dalam segala keadaan. Sungguh kesatuan yang kuat. Rombongan itu baru sajamengerjakan pekerjaan ajaib dan karenanya banyak orang menjadi takjub dan heran, meskipun banyak orang juga yang merasa terusik.


Yesus, Sang Guru Agung yang bbersama rombongan itu menyadari bahwa apa yang dikerjakannya selama ini di satu sisi membuat banyak orang bersukacita namun juga banyak yang menderita,karena kenyamanannya terganggu. Mereka yang terganggu kenyamanannya itu pastilah akan berupaya menyingkirkan Yesus. Kesadaran bahaya serta spiritual hidup bahwa derita adalah “Lagu Kehidupan” yang harus Yesus dendangkan itulah yang membuatNya, di sebuah kesempatan dalam perjalanan mengungkapkan  masa hidupNya.

“Aku akan segera dikejar-kejar oleh para imam kepala dan para Ahli Taurat. Mereka merasa terusik oleh semua pekerjaanKu yang menjadikan banyak orang mengikutiKu. Penderitaan akan segera kudendangkan dan bahkan kematian akan segera menghampiriku. Namun janganlah kalian gelisah, karena pada hari ketiga, seperti yang ternubuatkan di kitab-kitab para nabi, aku akan bangkit”, Demikian Yesus menguraikan hari esoknya, dengan suara datar namun berwibawa.

Petrus yang sangat ekspresif dan agresif, ketika mendengar bahwa derita dan sengsara akan segera menjemput Yesus, bahkan kematianpun segera akan memeluk Yesus, tidak terima. Bagi Petrus, Gurunya yang adalah Messias, yang ajaib dan yang mulai memiliki banyak pengikut, tidak boleh mengalami seperti apa yang baru saja dikatakan Yesus.
Sebenarnya tidak jelas motif Petrus terkait ketidakterimaannya akan derita Yesus itu. Apakah itu wujud cinta dan sayangnya kepada Guru Agungnya itu, atau karena harapan politisnya (seperti kebanyakan orang Israel saat itu) akan kembali kandas karena keengganan Yesus melawan secara politis dan fisik? Yang pasti Petrus tidak terima Yesus mesti menderita dan akhirnya mati.

Petrus ingin Yesus selalu kuat dan semakin hari semakin menunjukkan kuasa dan mujijatNya. Mungkin dalam benak Petrus, dengan banyaknya atraksi ajaib itu akan membuat semakin banyak pengikut dan juga semakin membuat para ahli Taurat dan imam-imam kepala ngeri dan ketakutan, sehingga kemudian mudah menggulingkan pemerintah yang merupakan boneka penjajah.

Intinya Petrus tidak terima Yesus menderita. Petrus ingin membela Yesus.
Apa yang salah dari sikap dan upaya Petrus terhadap Yesus? Apakah salah membela seseorang yang dikasihi untuk lepas dari ancaman bahaya? Apakah salah menghindarkan seseorang dari bahaya?Jawabnya tidak. Lalu mengapa Yesus marah luar biasa kepada Petrus?

Karena apa yang Petrus pikirkan, meskipun nampak baik dan terlihat sebagai ungkapan cinta kasih, itu bertentangan dengan rencana Allah. Yesus memang hadir untuk menderita, sehingga ketika Dia mengungkapkan derita itu, Yesus berharap para murid bersiap dan menghayati semua yang akan dialami Yesus sebagai wujud ketaatan, sebagai wujud bekti, eh..bakti kepada kehendak Illahi. Itulah “dosa” Petrus.

Benar bahwa menjaga orang yang dikasihi dari bahaya itu penting, namun kesadaran akan ketaatan terhadap  rencana Illahi tetaplah lebih penting. Pada titik inilah Petrus gagal total mengerti kehendak Guru Agungnya, yang baru saja berkisah tentang panggilan hidupNya.
Jadi kemarahan Yesus terhadap Petrus karena kegagalan Petrus mengerti kehendak Illahi. 

Bagi Petrus, kehendak Illahi harus selalu terlihat baik dan aman, namun bagi Yesus bukan. Sakit dan juga kesulitan hidup, bisa jadi justru merupakan kehendak Illahi.

Kemarahan Yesus terhadap petrus yang tidak rela Yesus harus menderita, semestinya menjadi cermin untuk berefleksi siapa saja, bahwa sesuatu yang kita pandang baik dan terlihat peduli, belum tentu sesuai dengan kehendak Illahi. Artinya, jangan memaksakan ide-ide baik untuk terlaksana, renungkanlah apa itu sesuai kehendak Illahi atau tidak. 

Seringkali banyak orang berpikir bahwa yang dirasakan baik dirasakan sebagai wujud kepedulian itu harus dilakukan, meski belum tentu sesuai dengan kehendak Illahi.
Bisa jadi memang Yesus melihat ada motif lain dari tindakan Petrus, sehingga meledaklah amarah Yesus. Oleh karena itu, apapun yang kita pikirkan,kita anggap baik, belum tentu itu sejalan dengan kehendak Tuhan. Maka jangan memaksakan semua yang kita anggap baik itu mesti terlaksana dan jika tidak dilaksanakan atau diijinkan lalu ngamuk, ngancam sana-ngancam sini, yang malah menunjukkan kekanak-kanakan sikap, meskipun ingin nampak  dewasa.

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIKSI Di Malam PASKAH