“Enyahlah Iblis. Engkau batu sandungan bagiKu, sebab
engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia”
Perkataan Yesus itu ditujukan untuk salah seorang
muridNya, yaitu Petrus. Hardikan marah itu bukan dikarenakan Petrus melakukan sesuatu
sesuatu yang bernada criminal atau yang merugikan pihak lain. Bukan.
Apa yang dilakukan, tepatnya dikatakan, Petrus sebenarnya
justru sesuatu yang (terlihat ) baik. Apa yang dikatakan Petrus?
Waktu itu, 13 orang laki-laki sedang dalam sebuah
perjalanan. Mereka selalu bersama dalam segala keadaan. Sungguh kesatuan yang
kuat. Rombongan itu baru sajamengerjakan pekerjaan ajaib dan karenanya banyak
orang menjadi takjub dan heran, meskipun banyak orang juga yang merasa terusik.
Yesus, Sang Guru Agung yang bbersama rombongan itu
menyadari bahwa apa yang dikerjakannya selama ini di satu sisi membuat banyak
orang bersukacita namun juga banyak yang menderita,karena kenyamanannya
terganggu. Mereka yang terganggu kenyamanannya itu pastilah akan berupaya
menyingkirkan Yesus. Kesadaran bahaya serta spiritual hidup bahwa derita adalah
“Lagu Kehidupan” yang harus Yesus dendangkan itulah yang membuatNya, di sebuah
kesempatan dalam perjalanan mengungkapkan
masa hidupNya.
“Aku akan segera dikejar-kejar oleh para imam kepala dan
para Ahli Taurat. Mereka merasa terusik oleh semua pekerjaanKu yang menjadikan
banyak orang mengikutiKu. Penderitaan akan segera kudendangkan dan bahkan
kematian akan segera menghampiriku. Namun janganlah kalian gelisah, karena pada
hari ketiga, seperti yang ternubuatkan di kitab-kitab para nabi, aku akan
bangkit”, Demikian Yesus menguraikan hari esoknya, dengan suara datar namun
berwibawa.
Petrus yang sangat ekspresif dan agresif, ketika mendengar
bahwa derita dan sengsara akan segera menjemput Yesus, bahkan kematianpun
segera akan memeluk Yesus, tidak terima. Bagi Petrus, Gurunya yang adalah
Messias, yang ajaib dan yang mulai memiliki banyak pengikut, tidak boleh
mengalami seperti apa yang baru saja dikatakan Yesus.
Sebenarnya tidak jelas motif Petrus terkait
ketidakterimaannya akan derita Yesus itu. Apakah itu wujud cinta dan sayangnya
kepada Guru Agungnya itu, atau karena harapan politisnya (seperti kebanyakan
orang Israel saat itu) akan kembali kandas karena keengganan Yesus melawan
secara politis dan fisik? Yang pasti Petrus tidak terima Yesus mesti menderita
dan akhirnya mati.
Petrus ingin Yesus selalu kuat dan semakin hari semakin
menunjukkan kuasa dan mujijatNya. Mungkin dalam benak Petrus, dengan banyaknya
atraksi ajaib itu akan membuat semakin banyak pengikut dan juga semakin membuat
para ahli Taurat dan imam-imam kepala ngeri dan ketakutan, sehingga kemudian
mudah menggulingkan pemerintah yang merupakan boneka penjajah.
Intinya Petrus tidak terima Yesus menderita. Petrus ingin
membela Yesus.
Apa yang salah dari sikap dan upaya Petrus terhadap
Yesus? Apakah salah membela seseorang yang dikasihi untuk lepas dari ancaman
bahaya? Apakah salah menghindarkan seseorang dari bahaya?Jawabnya tidak. Lalu mengapa
Yesus marah luar biasa kepada Petrus?
Karena apa yang Petrus pikirkan, meskipun nampak baik dan
terlihat sebagai ungkapan cinta kasih, itu bertentangan dengan rencana Allah. Yesus
memang hadir untuk menderita, sehingga ketika Dia mengungkapkan derita itu,
Yesus berharap para murid bersiap dan menghayati semua yang akan dialami Yesus
sebagai wujud ketaatan, sebagai wujud bekti, eh..bakti kepada kehendak Illahi. Itulah
“dosa” Petrus.
Benar bahwa menjaga orang yang dikasihi dari bahaya itu
penting, namun kesadaran akan ketaatan terhadap
rencana Illahi tetaplah lebih penting. Pada titik inilah Petrus gagal
total mengerti kehendak Guru Agungnya, yang baru saja berkisah tentang
panggilan hidupNya.
Jadi kemarahan Yesus terhadap Petrus karena kegagalan
Petrus mengerti kehendak Illahi.
Bagi Petrus, kehendak Illahi harus selalu
terlihat baik dan aman, namun bagi Yesus bukan. Sakit dan juga kesulitan hidup,
bisa jadi justru merupakan kehendak Illahi.
Kemarahan Yesus terhadap petrus yang tidak rela Yesus
harus menderita, semestinya menjadi cermin untuk berefleksi siapa saja, bahwa
sesuatu yang kita pandang baik dan terlihat peduli, belum tentu sesuai dengan
kehendak Illahi. Artinya, jangan memaksakan ide-ide baik untuk terlaksana,
renungkanlah apa itu sesuai kehendak Illahi atau tidak.
Seringkali banyak orang
berpikir bahwa yang dirasakan baik dirasakan sebagai wujud kepedulian itu harus
dilakukan, meski belum tentu sesuai dengan kehendak Illahi.
Bisa jadi memang Yesus melihat ada motif lain dari
tindakan Petrus, sehingga meledaklah amarah Yesus. Oleh karena itu, apapun yang
kita pikirkan,kita anggap baik, belum tentu itu sejalan dengan kehendak Tuhan. Maka
jangan memaksakan semua yang kita anggap baik itu mesti terlaksana dan jika
tidak dilaksanakan atau diijinkan lalu ngamuk, ngancam sana-ngancam sini, yang
malah menunjukkan kekanak-kanakan sikap, meskipun ingin nampak dewasa.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar